CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

About Me

Foto saya
Maya Fitriana Anisa nama saya..Anak pertama dari 4 bersaudara . Suka coklat,eskrim dan permen karet ♥ yummy! tipe darah A dengan zodiak Aries :p

Selasa, 30 November 2010

MASIH PUNYA

Ingin qu ucapkan kata2 itu pada mu,namun aq tak bisa.
Teringat akan prlakuan mu.
Mengakhiri semua dengan keegoisan!!
Menyisakan luka.
Ingin qu hapuz semua perasaan ini .
Namun ,kpan ?
Kpan prsaan ni qn hilang ?
Perasaan ini , menyiksa qu.
Sakit memank namun kdang menyenangkan.

ni puisi dah lama saya buat..
gatau kapan saya lupa..
FYI,saya suka puisi tp gbs bikin..naaah kbetulan ni otaknya rada 'teng'..hhhe
mungkin karna faktor habis patah hati kalee yaaa *hoo apaaa?!*
hedeuuh duuuh
pengen deh bisa meluapkan segalanya dlam bntuk tulisan tp kaga bisa sayanyaaaa..huuaaa

CINTA

Cinta,
satu kata dgn sejuta makna,
cinta,
satu kata dgn sejuta perasaan,
taq ad kata seindah CINTA dan taq ad pula kata sekejam CINTA..
...Cinta membawa kita kedalam awang2 keindahan namun sketika cinta itu pula yg menjatuhkan kita..
Cinta terasa indah bila berbalas n cinta pun mmbawa duka bila taq terungkap,,,
taq cukup smwa kata d dunia nie tuq mengungkap cinta,
keagungan cinta,
kedahsyatan cinta,
kemunafikan cinta,
penderitaan cinta,
pengorbanan cinta..
Tapi yg terpenting adalah keikhlasan tuq melepas cinta itu,,,
Cinta,
Cinta,
Cinta,
ungkaplah cinta dgn hatimu,
jgn biarkan cinta tu terungkap oleh fikiranmu...
Jagalah cinta mu maka cinta tu akan slalu abadi d dlm hatimu walaupun CINTA tu taq ad d sisimu....
 
 
 
 
 
catetan : cape ga sih dg yg namanya cinta???? yaaaah,tergantung definisi tiap orang kali yaah..hhehhe..aug ah silau..ga usah d bahas *sapa yg mulai coba?!*

Rabiah al-Adawiyah, The Mother of The Grand Master (baca deh)

Rabiah al-Adawiyah, The Mother of The Grand Master
Dipublikasi pada Jum'at, 04 Februari 2005 oleh abufaiz97
Artikel ini telah dibaca 10370 kali.
Topik: Kisah Kaum Salaf

Kisah Kaum Salaf Seberkas cahaya memancar dari bayi yang baru saja dilahirkan tanpa bantuan siapa-siapa. “Ya Allah,” seru Ismail, “anakku, Rabiah, telah datang membawa sinar yang akan menerangi alam di sekitarnya.” Lalu Ismail menggumam, “Amin.” Tetapi berkas cahaya yang membungkus bayi kecil itu tidak membuat keluarganya terlepas dari belitan kemiskinan....

----------

Pada suatu hari seorang lelaki datang kepada Rabiah dan bertanya, “Saya ini telah banyak melakukan dosa. Maksiat saya bertimbun melebihi gunung-gunung. Andaikata saya bertobat, apakah Allah akan menerima tobat saya?” “Tidak,” jawab Rabiah dengan suara tegas. Pada kali yang lain seorang lelaki datang pula kepadanya. Lelaki itu berkata, “Seandainya tiap butir pasir itu adalah dosa, maka seluas gurunlah tebaran dosa saya. Maksiat apa saja telah saya lakukan, baik yang kecil maupun yang besar. Tetapi sekarang saya sudah menjalani tobat. Apakah Tuhan menerima tobat saya?” “Pasti,” jawab Rabiah tak kalah tegas. Lalu ia menjelaskan, “Kalau Tuhan tidak berkenan menerima tobat seorang hamba, apakah mungkin hamba itu tergerak menjalani tobat? Untuk berhenti dari dosa, jangan simpan kata “akan” atau “andaikata” sebab hal itu akan merusak ketulusan niatmu.”

Memang ucapan sufi perempuan itu seringkali menyakitkan telinga bagi mereka yang tidak memahami jalan pikirannya. Ia seorang mistisi yang sangat tinggi derajatnya dan tergolong kelompok sufi periode awal. Ia memperkaya literatur Islam dengan kisah-kisah pengalaman mistiknya dalam sajak-sajak berkualitas tinggi.

Sesungguhnya ia lebih dikenal sebagai seorang pendiri ‘agama cinta’ (mahabbah) dan ia pun dikenang sebagai ‘ibu para Sufi besar’ (The Mother of the Grand Master). Siapa sebenarnya ia yang kepergiannya dielu-elukan kaum ‘suci’ itu? Tiada lain ia adalah tokoh wanita bernama Rabiah Basri atau lebih dikenal sebagai Rabiah Al Adawiyah Al Bashriyah, lahir pada tahun 713 M di Basrah (Irak), dari keluarga yang hina dina.

Sebagai anak keempat. Itu sebabnya ia diberi nama Rabiah. Bayi itu dilahirkan ketika orang tuanya hidup sangat sengsara meskipun waktu itu kota Bashrah bergelimang dengan kekayaan dan kemewahan. Tidak seorang pun yang berada di samping ibunya, apalagi menolongnya, karena ayahnya, Ismail, tengah berusaha meminta bantuan kepada para tetangganya.

Namun, karena saat itu sudah jauh malam, tidak seorang pun dari mereka yang terjaga. Dengan lunglai Ismail pulang tanpa hasil, padahal ia hanya ingin meminjam lampu atau minyak tanah untuk menerangi istrinya yang akan melahirkan. Dengan perasaan putus asa Ismail masuk ke dalam biliknya. Tiba-tiba matanya terbelak gembira menyaksikan apa yang terjadi di bilik itu.

Seberkas cahaya memancar dari bayi yang baru saja dilahirkan tanpa bantuan siapa-siapa. “Ya Allah,” seru Ismail, “anakku, Rabiah, telah datang membawa sinar yang akan menerangi alam di sekitarnya.” Lalu Ismail menggumam, “Amin.” Tetapi berkas cahaya yang membungkus bayi kecil itu tidak membuat keluarganya terlepas dari belitan kemiskinan. Ismail tetap tidak punya apa-apa kecuali tiga kerat roti untuk istrinya yang masih lemah itu. Ia lantas bersujud dalam salat tahajud yang panjang, menyerahkan nasib dirinya dan seluruh keluarganya kepada Yang Menciptakan Kehidupan.

Sekonyong-konyong ia seolah berada dalam lautan mimpi manakala gumpalan cahaya yang lebih benderang muncul di depannya, dan setelah itu Rasul hadir bagaikan masih segar-bugar. Kepada Ismail, Rasulullah bersabda, “Jangan bersedih, orang salih. Anakmu kelak akan dicari syafaatnya oleh orang-orang mulia. Pergilah kamu kepada penguasa kota Bashrah, dan katakan kepadanya bahwa pada malam Jumat yang lalu ia tidak melakukan salat sunnah seperti biasanya. Katakan, sebagai kifarat atas kelalaiannya itu, ia harus membayar satu dinar untuk satu rakaat yang ditinggalkannya.

Ketika Ismail mengerjakan seperti yang diperintahkan Rasulullah dalam mimpinya, Isa Zadan, penguasa kota Bashrah itu, terperanjat. Ia memang biasa mengerjakan salat sunnah 100 rakaat tiap malam, sedangkan saban malam Jumat ia selalu mengerjakan 400 rakaat. Oleh karena itu, kepada Ismail diserahkannya uang sebanyak 400 dinar sesuai dengan jumlah rakaat yang ditinggalkannya pada malam Jumat yang silam. Itulah sebagian dari tanda-tanda karamah Rabiah al-Adawiyah, seorang sufi perempuan dari kota Bashrah, yang di hatinya hanya tersedia cinta kepada Tuhan. Begitu agungnya cinta itu bertaut antara hamba dan penciptanya sampai ia tidak punya waktu untuk membenci atau mencintai, untuk berduka atau bersuka cita selain dengan Allah.

Ismail dan istrinya meninggal ketika Rabiah masih kecil. Begitu pula ketiga kakak Rabiah, meninggal ketika wabah kelaparan melanda kota Basrah. Dalam kesendirian itu, akhirnya Rabiah jatuh ke tangan orang yang kejam, yang lalu menjualnya sebagai budak belian dengan harga sangat murah. Majikan barunya pun tak kalah bengisnya dibandingkan dengan majikan sebelumnya.

Setelah bebas, Rabiah pergi ke tempat tempat sunyi untuk menjalani hidup dengan bermeditasi, dan akhirnya sampailah ia di sebuah gubuk dekat Basra. Di sini ia hidup bertapa. Sebuah tikar butut, sebuah kendil dari tanah, dan sebuah batu bata, adalah harta yang ia punyai dan teman dalam menjalani hidup kepertapaan.

Praktis sejak saat itu, seluruh hidupnya hanya ia abdikan pada Allah swt. Berdoa dan berzikir adalah hiasan hidupnya. Saking sibuknya mengurus ‘akhirat’, ia lalai dengan urusan duniawi, termasuk membangun rumah tangga. Meski banyak pinangan datang, termasuk dari gubernur Basra dan seorang suci mistis terkenal, Hasan Basri, Rabiah tetap tak tertarik untuk mengakhiri masa lajangnya. Hal ini ia jalani hingga akhir hayatnya, pada tahun 801 M.

Dalam perjalanan kesufian Rabiah, kesendirian, kesunyian, kesakitan, hingga penderitaan tampak lumer jadi satu; ritme heroik menuju cinta kepada Sang Ada (The Ultimate Being). Tak heran jika ia ‘merendahkan manusia’ dan mengabdi pada dorongan untuk meraih kesempurnaan tertinggi. Ia jelajahi ranah mistik, yang jadi wilayah dalam dari agama, hingga mendapatkan eloknya cinta yang tidak dialami oleh kaum Muslim formal.

Menjadi Sufi dalam perjalanan Rabiah adalah “berlalu dari sekadar Ada menjadi benar benar Ada”. Sufisme Rabiah merupakan pilihan dari jebakan-jebakan ciptaan yang tak berguna. Karena demikian mendalam cintanya kepada Allah, Rabiah sampai tidak menyisakan sejengkal pun rasa cintanya untuk manusia. Sufyan Tsauri, seorang Sufi yang hidup semasa dengannya, sempat terheran-heran dengan sikap Rabiah. Pasalnya, Sufyan pernah melihat bagaimana Rabiah menolak cinta seorang pangeran yang kaya raya demi cintanya kepada Allah. Dia tidak tergoda dengan kenikmatan duniawi, apalagi harta.

Cinta Rabiah tak dapat disebut sebagai cinta yang mengharap balasan. Justru, yang dia tempuh adalah perjalanan mencapai ketulusan. Sesuatu yang dianggap sebagai ladang subur bagi pemuas rasa cintanya yang luas, dan sering tak terkendali tersebut. Lewat sebuah doa yang mirip syair, ia berujar, “Jika aku menyembah-Mu karena takut pada api neraka maka masukkan aku di dalamnya! Dan jika aku menyembah-Mu karena tamak kepada surga-Mu, maka haramkanlah aku daripadanya! Tetapi jika aku menyembah-Mu karena kecintaanku kepada-Mu, maka berikanlah aku balasan yang besar, berilah aku kesempatan untuk melihat wajah-Mu yang Maha Besar dan Maha Mulia itu.”

Perjalanan hidup Rabiah diwarnai dengan kekaribannya dengan situasi yang penuh keterbatasan; tinggal bersama kedua orang tua dan saudara saudaranya, dijual sebagai budak, menghamba pada tuannya hingga dibebaskan dari perbudakan, lalu hidup mengembara. Periode pertama ini dikenal sebagai periode asketik Rabiah.

Fariduddin al-Attar menceritakan dalam kitab Taz-kiratul Auliya bahwa Rabiah pandai sekali meniup seruling. Untuk jangka waktu tertentu ia menopang hidupnya dengan bermain musik. Namun, kemudian ia memanfaatkan kepandaiannya untuk mengiringi para sufi yang sedang berzikir dalam upayanya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Selain itu ia mengunjungi masjid-masjid, dari pagi sampai larut malam. Namun, lantaran ia merasa dengan cara itu Tuhan tidak makin menghampirinya, maka ditinggalkannya semua itu.

Ia tidak lagi meniup seruling, dan ia tidak lagi mendatangi masjid-masjid. Ia menghabiskan waktu dengan beribadah dan berzikir. Periode yang kedua ini disebut sebagai periode Sufi, suatu periode tatkala Rabiah telah mencapai mahabbattullah (cinta pada Allah) sampai meninggal dan dipuji sebagai Testimony of Belief (Bukti Keimanan).

Doris Lessing, seorang pengamat perjalanan hidup Rabiah, memberi kesimpulan bahwa sufisme tokoh wanita ini adalah bentuk sufisme cinta. Sejenis sufisme yang menempatkan cinta (mahabbah) sebagai panggilan jiwanya. Sufisme yang tak bermaksud larut dalam ekstatik (gairah yang meluap) serta tak berdimensi pemujaan atau pemuliaan dan metode-metode tambahan yang penuh dengan sakramen.

Kendati demikian, pengalaman Rabiah adalah pengalaman orang suci yang sulit ditiru oleh awam. Memahami Rabiah sangat sulit. Seperti masa hidupnya, Rabiah tampaknya jauh dari kita. Selain itu, kesempurnaan yang menyertainya tak mungkin dapat ditandingi oleh orang-orang biasa.

Apa yang dilakukan Rabiah dalam hidupnya sebetulnya adalah ikhtiar untuk membiasakan diri ‘bertemu’ dengan pencipta-Nya. Di situlah ia memperoleh kehangatan, kesyahduan, kepastian, dan kesejatian hidup. Sesuatu yang kini sangat dirindukan oleh manusia modern. Karena itu, menjadi pemuja Tuhan adalah obsesi Rabiah yang tidak pernah mengenal tepi dan batas. Tak heran jika dunia yang digaulinya bebas dari perasaan benci. Seluruhnya telah diberikan untuk sebuah cinta.

Meskipun hidup Rabiah seperti berlangsung linear dan konstan, seluruh energi hidupnya dia abdikan untuk cinta, Rabiah memberi tahu kepada kita bahwa hidup memang tidak sederhana, seperti yang dijalaninya. Hidup itu begitu rumit, kadang kadang ada kemesraan dan kadang-kadang ada kehidmatan bertahta.

Rabiah wafat dengan meninggalkan pengalaman sufistik yang tak terhingga artinya. Hikmah yang ditinggalkan sangat berharga dan patut kita gali sebagai ‘makrifat’ hidup.

Menarik kita simak beberapa doa Rabiah yang dipanjatkan pada waktu larut malam, di atas atap rumahnya: “O Tuhanku, bintang-bintang bersinar gemerlapan, manusia telah tidur nyenyak, dan raja-raja telah menutup pintunya, tiap orang yang bercinta sedang asyik masyuk dengan kesayangannya, dan di sinilah aku sendirian bersama Engkau.”

Jika fajar telah merekah dan serat-serat cahaya menebari cakrawala, Rabiah pun berdoa dengan khusyuk, “Ya, illahi. Malam telah berlalu, dan siang menjelang datang. Aduhai, seandainya malam tidak pernah berakhir, alangkah bahagianya hatiku sebab aku dapat selalu bermesra-mesra dengan-Mu. illahi, demi kemuliaan-Mu, walaupun Kautolak aku mengetuk pintu-Mu, aku akan senantiasa menanti di depan pintu karena cintaku telah terikat dengan-Mu.”

Lantas, jika Rabiah membuka jendela kamarnya, dan alam lepas terbentang di depan matanya, ia pun segera berbisik, “Tuhanku. Ketika kudengar margasatwa berkicau dan burung-burung mengepakkan sayapnya, pada hakikatnya mereka sedang memuji-Mu. Pada waktu kudengar desauan angin dan gemericik air di pegunungan, bahkan manakala guntur menggelegar, semuanya kulihat sedang menjadi saksi atas keesaan-Mu.

Tentang masa depannya ia pernah ditanya oleh Sufyan Tsauri: “Apakah engkau akan menikah kelak?” Rabiah mengelak, “Pernikahan merupakan kewajiban bagi mereka yang mempunyai pilihan. Padahal aku tidak mempunyai pilihan kecuali mengabdi kepada Allah.” “Bagaimanakah jalannya sampai engkau mencapai martabat itu?” “Karena telah kuberikan seluruh hidupku,” ujar Rabiah. “Mengapa bisa kaulakukan itu, sedangkan kami tidak?” Dengan tulus Rabiah menjawab, “Sebab aku tidak mampu menciptakan keserasian antara perkawinan dan cinta kepada Tuhan.”

Sumber:
1. Pesantren Online
2. Khazanah Orang Besar Islam, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol. Republika.

BODY MASS INDEX (BMI)BODY MASS INDEX (BMI)

khusus cewek


Kembali lg ke tubuh kita.Selain posisi lemak di tubuh dan akibatnya bagi keshatan,kita juga perlu mengetahui apakah tubuh kita mengalami kekurangan atau kelebihan berat badan.Salah satu cara yang sering digunakan untuk mengetahui hal itu adalah menggunakan Body Mass Index (BMI) .BMI dapat menjadi indikator dalam menghitung kelebihan atau kekurangn massa tubuh.Selain itu,BMI juga dpat memberi gambaran tg kaitan indeks massa tubuh dg resiko penyakit seprti jantung. Menurut studi,BMI di bawah 21 ideal utuk mencegah penyakit jantung,dan seamkin besar nilai BMI maka resiko penyakit semakin meningkat.

Rumus menghitung BMI adalah

BMI = kg/ (m.m)

sebagai contoh, misal tingggimu 160cm (1,6 m) dg berat badan 55kg.Maka indeks massa tubuhmu adalah : 55kg/(i,6m x 1,6m)= 21,48 brati BMI = 21,48

Bila sudah ad hasilnya,kita bisa cocokkan masuk dalam kategori apakah BMI kita.Kategori BMI d berbagai wilayah berbeda.Di Asia termasuk Indonesia,klasifikasi yg disepakati sbb :

  • BMI<18,5           kekurangan berat badan
  • BMI=18,5-22,9    berat badan normal atau ideal
  • BMI=23,o-24,9    normal cebderung kelebihan berat badan
  • BMI=25,0-29,9    kelebihan berat badan tingkat rendah
  • BMI>=30,0          kelebihan berat badan

Senin, 22 November 2010

jangan takut mencoba

kaka sepupu saya selalu menasihati dan bilang...

"Orang yang rugi adalah orang yang gak berani mencoba....
kita gak akan pernah tau berhasil tidaknya kita kalau tidak pernah mencoba....
banyak orang2 sukses karena selalu mencoba....
thomas Alva edison (ribuan kali mencoba hingga bisa ditemukannya bola lampu)..
Para model yang coba2 ikut pemilihin ajang Cover boy, maupun cover girl atau pemilihan lainnya...
walaupun sedikit, tetapi kesempatan itu selalu ada...
walau hanya 0,00000001 %, itu juga peluang yang harus kita manfaatkan...
Kita tidak bisa mengetahui suatu batas hingga kita melewati batas itu...
Lakukan yang terbaik untuk suatu yang kita harapkan/citacitakan......
Menyerahlah jika nafas kita sudah berhenti.....
Jangan sampai cita2 dan harapn kita hilang karena kita tidak berani mencoba...
Buat yang sedang merasa takut untuk mencoba, DO IT... Jangan kita kalah dengan perasaan takut gagal"


saya bukan orang yang berani...saya juga bukan orang PD..tp saya insyaALLAH selalu mencoba...karna ga semua yang kita inginkan langsung terkabul sperti sulap "bimsalabim abrakedebukkk!!" yg langsung bs d nikmati gtu aj tnpa adanya usaha...
tau kalimat ini kan "berakit rakit ke hulu,berenang renang kemudian..bersakt sakit dahulu bersenang senang kemudian"
naaah jadiiiiiii SEMANGAT  !!

kau dapat apa yang kau beri

kawan gak usah pernah ngeluh kalo:

1. udah belajar sekuatnya tapi nilai masih jelek
2. udah lamar sana sini masih blm kerja juga
3. udah berbuat baik ke teman tapi masih dijahatin juga
4. udah menyayangi pasangan kita tapi masih ditinggal juga
5. dsb

nanti semua itu akan balik lagi ke kalian semua,apa yang udah kalian berikan ataupun lakukan. Mungkin tidak saat ini mungkin bukan oleh dia tapi pastinya semua usaha kita gak akan pernah sia sia. karena ALLAH TIDAK TULI, ALLAH TIDAK BUTA..

Terima Kasih Adalah Istimewa Oleh Abdul Mutaqin

Oleh Abdul Mutaqin

Pada dasarnya setiap manusia ingin dihargai. Dihargai kehadirannya, statusnya, kelebihan dan kekurangannya, apatah lagi dihargai atas kebaikan dan jerih payahnya. Ingin dihargai bukanlah hal yang keliru. Lebih mulia lagi apabila setiap kita selalu memiliki energi untuk menghargai orang lain. Siapapun orang yang selalu meraih penghargaan adalah istimewa. Namun setiap orang adalah istimewa, yaitu mereka yang selalu menyimpan kemurahan hati dan tidak pernah kehabisan energi untuk selalu menghargai orang lain.

Tanyakanlah diri Anda, bagaimana rasanya dihargai orang lain? Senang bukan? Tetapi tanyakanlah sekali lagi hati Anda, mana yang lebih membahagiakan, mendapat penghargaan atau selalu dapat menghargai dan membahagiakan banyak orang?

Menghargai dan membahagiakan orang lain tidak mesti dengan bahasa materi. Karena boleh jadi, bahasa materi bisa disalahpahami sebagai sebuah ”penghinaan”. Jangan pernah berpikir setiap orang senang dihargai dengan uang, karena bisa jadi uang mereka lebih banyak dari Anda. Bahkan di dunia ini masih tersisa sedikit orang ”miskin” yang merasa terhina bukan main karena pemberian uang atas kebaikan yang tulus dilakukannya pada Anda. Namun terkadang, bahasa materi berupa simbol yang Anda berikan mampu mengantarkan orang sampai pada puncak kebahagiaan yang sulit dilupakan. Seperti bunga sebagai apresisasi atas cinta dan ketulusan.

Ucapan terima kasih adalah hal sederhana yang menimbulkan efek kejiwaan rasa senang atau bahagia. Namun tidak semua mau melakukannya saat dibutuhkan. Padahal ia bukanlah kalimat yang rumit untuk diucapkan. Setiap ucap terima kasih yang Anda lontarkan Anda tengah memvibrasi kehangatan, penghargaan serta pengakuan yang dibutuhkan banyak orang. Seringkali, seuntai ucapan terima kasih, mampu mengikat jiwa seseorang untuk selalu berpikir positif tentang Anda.

Banyak orang enggan mengucapkan terima kasih oleh karena berpikir terlalu mekanis.

“Ah, ga usahlah berterima kasih segala. Itu kan memang sudah tugas dia. Dia digaji untuk melakukan hal itu”.

”Jangan ingin selalu nampak berbudi. Bayar angkot aja ngucapin terima kasih. Kita bayar tahu. Engga gratisan”.

”Bila ngucapin terima kasih dengan bawahan, di matanya Anda akan jatuh”.

Berucap demikian sama halnya mencharge diri Anda dengan energi negatif. Maka ucapan itu tentu akan didengar dan dirasakan sebagai energi negatif pula bagi objek ketiga. Maka orang lain akan berpikir sebagaimana negatifnya pikiran semacam itu. Jika Anda berpikir demikian, orang lain bisa jadi akan merasa bahwa Anda tidak tahu berterima kasih.

Pandai mengucap terima kasih tidak membutuhkan sekolah sampai sarjana. Hampir banyak sarjana berdasi, tidak sanggup mengucap terima kasih hanya karena terlalu berpikir mekanis. Belum lagi suasana kota, di mana kebersahajaan harus dipancing dengan uang dan kemewahan. Sementara alam pedesaan menjadi benar-benar sekolah alam sejati bagi manusia untuk pandai mengucapkan kata itu meskipun mereka tidak pernah seumur hidup memakai toga.

Namun bukan berarti orang kota tidak pandai berterima kasih. Pada dasarnya hanyalah soal watak dan kesadaran bahwa manusia saling membutuhkan, meskipun hanya sekedar ucapan terima kasih. Bahkan kerendahan hati untuk biasa mengucapkan kata itu, dapat menguasai medan hidup yang keras sekalipun.

Bila Anda sopir angkot, apa yang Anda rasakan apabila setiap penumpang mengucapkan kata terima kasih setelah membayar ongkosnya?

Bila Anda penjual koran, bagaimana suasana hati Anda setelah pembeli mengucapkan terima kasih saat menerima kembalian sisa belanjanya?

Bila Anda tukang semir sepatu, apakah akan merindukan kembali saat pelanggan Anda mengucapkan terima kasih setelah sepatunya berkilau?

Jika Anda seorang karyawan mendengar bos Anda mengucapkan terima kasih dan memuji hasil kerja Anda, harapan apalagi yang tumbuh di hati Anda?

Jika Anda seorang dokter, lihatlah kelegaan seorang pasien saat Anda mengucapkan terima kasih atas kunjungannya.

Jika Anda seorang siswa, bagaimana hidmatnya Anda saat guru Anda bertutur terima kasih dan memandang penuh cinta.

Dalam bahasa agama, orang yang pandai berterima kasih sesungguhnya bukan sekedar telah menggembirakan orang lain. Tetapi tengah memupuk citra positif untuk dirinya sendiri. Ia seperti tengah menanam sejumput kebajikan untuk dituainya lebat di kemudian hari. ”Wa man yasykur fainna maa yasykuru linafsih”, siapa yang pandai berterima kasih (syukur) sesungguhnya (kebaikan) berterima kasih itu (akan kembali) untuk dirinya sendiri. ”Lain syakartum laaziidannakum”, jika kamu pandai berterima kasih (syukur) maka pasti Aku (Allah) akan menambah kebajikan untukmu.

Kanjeng Nabi mulia, Muhammad shallallaahu ’alaihi wa sallam tidak luput pula perhatiannya dalam masalah ini. Satu saat, belua pernah memberi garis bawah soal terima kasih dalam sebuah riwayat:

”Barangsiapa tidak pandai berterima kasih pada sesama, sama halnya ia tidak tahu berterima kasih pada Allah”. (HR. Baihaqi).

Maya Fitriana Anisa

ƪ(♥ε♥)ʃ Papah ƪ(♥ε♥)ʃ Mamah ƪ(♥ε♥)ʃ Edho ƪ(♥ε♥)ʃ Mia ƪ(♥ε♥)ʃ Meutia ƪ(♥ε♥)ʃ Ichsanuddin Clan ƪ(♥ε♥)ʃ aunty Ika Ernitha ƪ(♥ε♥)ʃ Psychology ƪ(♥ε♥)ʃ Drawing ƪ(♥ε♥)ʃ Reading ƪ(♥ε♥)ʃ