NPM : 19510405
KELAS : 3 PA 05
Metode dan teknik pendekatan terapi yang didasarkan kepada teori belajar adalah pengkondisian klasik dan pengkondisian operan. Pengkondisian klasik atau pengkondisian responden dari Pavlov, pada dasarnya melibatkan stimulus tak berkondisi (UCS) yang serta otomatis membangkitkan respon berkondisi (CR) , yang sama dengan respon tak berkondisi (UCR) apabila diasosiasikan dengan stimulus berkondisi (CS), sehingga lambat laun CS mengarahkan kemunculan CR.
Pengkondisian operan melibatkan pemberian reward kepada individu atas kemunculan tingkah laku yang diharapkan pada saat tingkah laku itu muncul. Dikenal dengan istilah “pengkondisian instrumental”, karena memperlihatkan bahwa tingkah laku instrumental dapat dimunculkan oleh organisme yang aktif sebelum reinforcement diberikan untuk tingkah laku tersebut.
Menurut Lazarus, terminologi terapi perilaku (behavior therapy) pertama kali dipakai oleh Skinner, Solomon, Lindsley dan Richards pada tahun 1953, namun
setelah itu tidak dipergunakan lagi. Pada tahun 1959, Eysenck secara terpisah menggunakan terminology ini. Dalam kaitan dengan pengubahan perilaku (behavior modification), terdapat dua pendapat mengenai terapi perilaku. Sekelompok ahli mengatakan bahwa keduanya pada dasarnya sama saja, namun sekelompok lain mengatakan bahwa terapi perilaku biasanya berhubungan dengan metode kondisioning yang berlawanan (counterconditioning) misalnya, desentisasi (pengebalan) sistematik dan latihan asertif (assertive training), sedangkan terapi pengubahan perilaku menitikberatkan pada prosedur ‘aktif’ (operant conditioning). Di dalam perkembangannya, terapi perilaku sebagai metode yang dipakai untuk mengubah perilaku atau dalam arti umumnya sebagai salah satu teknik psikoterapi, menurut Corey terdiri dari 3 tahap:
•Tahap pertama adalah tahap kondisioning klasik pada perilaku yang baru, dihasilkan dari individu yang pasif. Tokoh-tokoh pada kelompok ini ialah Skinner yang terkenal dengan bukunya ‘Science and Human Behavior’, A. Lazarus terkenal dengan ‘Behavior Therapy and Beyond’, dan Eysenck dengan ‘Behavior Therapy and The Neurosis’.
•Tahap kedua adalah tahap kondisioning aktif (Operant), dimana perubahan-perubahan di lingkungan yang terjadi akibat suatu perilaku, bisa berfungsi sebagai penguat-ulang (reinforcer) agar suatu perilaku bisa terus diperlihatkan terus dan semakin diperkuat. Sebaliknya jika lingkungan tidak menghasilkan suatu penguat-ulang, harapan untuk memperlihatkan kembali perilakunya berkurang. Tokoh utama pada tahap kedua ini adalah Skinner.
•Tahap ketiga adalah tahap kognitif. Sebagaimana diketahui bahwa munculnya terapi perilaku dengan cirri-ciri khas yang bertentangan dengan pendekatan psikoanalisis, psikodinamik, mengesampingkan konsep berpikir, konsep sikap dan konsep nilai. Namun ternyata terjadi perubahan pada sekitar tahun 70-an ketika peranan berpikir (kognisi) diperhatikan ikut berperan, baik dalam proses pemahaman maupun perlakuan terhadap pasien.
Karakteristik dari pendekatan behavioristik sulit untuk dirumuskan, karena bidangnya sangat luas, sehingga sulit untuk merumuskan hal-hal yang bersifat umum secara universal, namun Corey merumuskan karakteritik tersebut antara lain sebagai berikut:
•Terapi perilaku didasarkan pada hasil eksperimen yang diperoleh dari pengalaman sistematik dasar-dasar teori belajar untuk membantu seseorang mengubah perilaku malasuai.
•Terapi ini memusatkan tehadap masalah yang dirasakan pasien sekarang ini dan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi, sebagai suatu yang berlawanan, dimana ada hal-hal yang menentukan dalam sejarah perkembangan seseorang.
•Terapi ini menitikberatkan perubahan perilaku yang terlihat sebagai kriteria utama, sehingga memungkinkan melakukan penilaian terhadap terapi meskipun proses kognitifnya tidak bisa diabaikan.
•Terapi perilaku merumuskan tujuan terapi dalam terminology kongkrit dan objektif, agar memungkinkan dilakukan intervensi untuk mengulang apa yang pernah dilakukan.
•Terapi perilau pada umumnya bersifat pendidikan.
Terapi perilaku dengan demikian tidak hanya mengubah gejala perilaunya, namun akan terjadi perubahan pada keseluruhan pribadinya sehingga terapi perilaku dalam arti sempitnya adalah psikoterapi.
Tujuan umum dari suatu terapi perilaku ialah membentuk kondisi baru untuk belajar, karena melalui proses belajar dapat mengatasi masalah yang ada. Urutan dari pemilihandan perumusan tujuan terapi, diberikan oleh Cormier & Cormier yang dikutip Corey, sebagai berikut:
•Terapis menjelaskan tujuan dari terapi
•Pasien atau klien menunjukkan secara khusus perubahan positif yang diinginkan sebagai hasilnya.
•Terapis bersama dengan pasien atau klien, menentukan apakah perubahan dari tujuan terapi yang telah dirumuskan, dimiliki oleh pasien atau klien.
•Keduanya, bersama-sama menjajaki apakah tujuan terapinya realistik.
•Keduanya membahas kemungkinan keuntungan atau kerugian yang akan diperoleh dari tujuan terapi.
Bentuk bentuk terapi Perilaku :
1. Sistematis Desensitisasi, adalah jenis terapi perilaku yang digunakan dalam bidang psikologi untuk membantu secara efektif mengatasi fobia dan gangguan kecemasan lainnya. Lebih khusus lagi, adalah jenis terapi Pavlov/terapi operant conditioning therapy yang dikembangkan oleh psikiater Afrika Selatan, Joseph Wolpe.
2. Exposure and Response Prevention (ERP), untuk berbagai gangguan kecemasan, terutama gangguan Obsessive Compulsive. Metode ini berhasil bila efek terapeutik yang dicapai ketika subjek menghadapi respons dan menghentikan pelarian.
3. Modifikasi perilaku, menggunakan teknik perubahan perilaku yang empiris untuk memperbaiki perilaku, seperti mengubah perilaku individu dan reaksi terhadap rangsangan melalui penguatan positif dan negatif.
4. Flooding, adalah teknik psikoterapi yang digunakan untuk mengobati fobia. Ini bekerja dengan mengekspos pasien pada keadaan yang menakutkan mereka. Misalnya ketakutan pada laba laba (arachnophobia ), pasien kemudian dikurung bersama sejumlah laba laba sampai akhirnya sadar bahwa tidak ada yang terjadi.
5. Latihan relaksasi
Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan dengan kecemasan yaitu kecepatan denyut jantung yang lambat, peningkatan aliran darah perifer, dan stabilitas neuromuscular. Berbagai metode relaksasi telah dikembangkan, walaupun beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen, telah dikenal selama berabad-abad.
6. Observational learning, Juga dikenal sebagai: monkey see monkey do.
Ada 4 proses utama observasi pembelajaran.
-Attention to the model.
-Retention of details (observer harus mampu mengingat kebiasaan model)
-Motor reproduction (observer mampu menirukan aksi)
-Motivation and opportunity (observer harus termotivasi melakukan apa yang telah diobservasi dan diingat dan harus berkesempatan melakukannya).
reinforcement. Punishment may discourage repetition of the behaviour
7.Latihan Asertif
Tehnik latihan asertif membantu klien yang:
Tidak mampu mengungkapkan ‘’emosi’’ baik berupa mengungkapkan rasa marah atau perasaan tersinggung.
Menunjukkan kesopanan yang berlebihan dan selalu mendorong orang lain untuk mendahuluinya,
Klien yang sulit menyatakan penolakan, mengucapkan kata “Tidak”.
Merasa tidak punya hak untuk memiliki perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran sendiri.
8. Terapi Aversi
Teknik-teknik pengondisian aversi, yang telah digunakan secara luas untuk meredakan gangguan-gangguan behavioral yang spesifik, melibatkan pengasosiasian tingkah laku simtomatik dengan suatu stimulus yang menyakitkan sampai tingkah laku yang tidak diinginkan terhambat/hilang.
Terapi ini mencakup gangguan, kecanduan Alkohol, Napza, Kompulsif, Fetihisme, Homoseksual, Pedhophilia, Judi, Penyimpangan seksual lainnya.
Teknik-teknik aversi adalah metode-metode yang paling kontroversi, misalnya memberikan kejutan listrik pada anak anak autis bila muncul tingkah laku yang tidak diinginkan.
9. Pengondisian operan
Tingkah laku operan adalah tingkah laku yang memancar yang menjadi ciri organisme aktif. Ia adalah tingkah laku beroperasi di lingkungan untuk menghasilkan akibat-akibat. Tingkah laku operan merupakan tingkah laku paling berarti dalam kehidupan sehari-hari, yang mencakup membaca, berbicara, berpakaian, makan dengan alat-alat makan, bermain, dsb.
Menurut Skinner (1971) jika suatu tingkah laku diganjar maka probabilitas kemunculan kembali tingkah laku tersebut di masa mendatang akan tinggi. Prinsip penguatan yang menerangkan pembentukan, memelihara, atau penghapusan pola-pola tingkah laku, merupakan inti dari pengondisian operan. Berikut ini uraian ringkas dari metode-metode pengondisian operan yang mencakup: perkuatan positif, pembentukan respons, perkuatan intermiten, penghapusan, pencontohan, dan token economy.
Perkuatan positif, adalah pembentukan suatu pola tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul. Cara ini ampuh untuk mengubah tingkah laku. Pemerkuat-pemerkuat, baik primer maupun sekunder, diberikan untuk rentang tingkah laku yang luas. Pemerkuat-pemerkuat primer memuaskan kebutuhan-kebutuhan fisiologis. Contoh pemerkuat primer adalah makanan dan tidur atau istirahat. Pemerkuat-pemerkuat sekunder, yang memuaskan kebutuhan kebutuhan psikologis dan sosial, memiliki nilai karena berasosiasi dengan pernerkuat-pemerkuat primer.
Pembentukan Respon, adalah tingkah laku yang sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku baru yang diinginkan secara berturut-turut sampai mendekati tingkah laku akhir. Pembentukan respons berwujud pengembangan suatu respons yang pada mulanya tidak terdapat dalam perbendaharaan tingkah laku individu. Perkuatan sering digunakan dalam proses pembentukan respons ini. jadi, misalnya, jika seorang guru ingin membentuk tingkah laku kooperatif sebagai ganti tingkah laku kompetitif, dia bisa memberikan perhatian dan persetujuan kepada tingkah laku yang diinginkannya itu. Pada anak autistik yang tingkah laku motorik, verbal, emosional, dan sosialnya kurang adaptif, terapis bisa membentuk tingkah laku yang lebih adaptif dengan memberikan pemerkuat-pemerkuat primer maupun sekunder.
Perkuatan intermiten, diberikan secara bervariasi kepada tingkah laku yang spesifik. Tingkah laku yang dikondisikan oleh perkuatan intermiten pada umumnya lebih tahan terhadap penghapusan dibanding dengan tingkah laku yang dikondisikan melalui pemberian perkuatan yang terus-menerus. Dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkah laku, pada tahap-tahap permulaan terapis harus mengganjar setiap terjadi munculnya tingkah laku yang diinginkan, sesegera mungkin saat tingkah laku yang diinginkan muncul. Dengan cara ini, penerima perkuatan akan belajar, tingkah laku spesifik apa yang diganjar. Bagaimanapun, setelah tingkah laku yang diinginkan itu meningkat frekuensi kemunculannya, frekuensi pemberian perkuatan bisa dikurangi.
Penghapusan, adalah dengan landadsan bahwa apabila suatu respons terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung menghilang. Dengan demikian, karena pola-pola tingkah laku yang dipelajari cenderung melemah dan terhapus setelah suatu periode, cara untuk menghapus tingkah laku yang maladaptif adalah menarik perkuatan dari tingkah laku yang maladaptif itu. Penghapusan dalam kasus semacam ini boleh jadi berlangsung lambat karena tingkah laku yang akan dihapus telah dipelihara oleh perkuatan intermiten dalam jangka waktu lama. Wolpe (1969) menekankan bahwa penghentian pemberian perkuatan harus serentak dan penuh. Misalnya, jika seorang anak menunjukkan kebandelan di rumah dan di sekolah, orang tua dan guru si anak bisa menghindari pemberian perhatian sebagai cara untuk menghapus kebandelan anak tersebut. Pada saat yang sama perkuatan positif bisa diberikan kepada si anak agar belaj.u tingkah laku yang diinginkan.
Modeling, metodenya dengan mengamati seorang kemudian mencontohkan tingkah laku sang model. Bandura(1969), menyatakan bahwa belajar yang bisa diperoleh melalui pengalaman langsung, bisa juga diperoleh secara tidak langsung dengan mengamati tingkah laku orang lain berikut konsekuensi-konsekuensinya. Jadi, kecakapan-kecakapan sosial tertentu bisa diperoleh dengan mengamati dan mencontoh tingkah laku model-model yang ada. Juga reaksi-reaksi emosional yang terganggu yang dimiliki seseorang bisa dihapus dengan cara orang itu mengamati orang lain yang mendekati objek-objek atau situasi-situasi yang ditakuti tanpa mengalami akibat-akibat yang menakutkan dengan tindakan yang dilakukannya. Pengendalian diri pun bisa dipelajari melalui pengamatan atas model yang dikenai hukuman. Status dan kehormatan model amat berarti dan orang-orang pada umumnya dipengaruhi oleh tingkah laku model-model yang menempati status yang tinggi dan terhormat di mata mereka sebagai pengamat.
Token Ekonomi, metode token economy dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh. Dalam token economy, tingkah laku yang layak bisa diperkuat dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba (tanda-tanda seperti kepingan logam) yang nantinya bisa ditukar dengan objek-objek atau hak istimewa yang diingini. Metode taken economy sangat mirip dengan yang dijumpai dalam kehidupan nyata, misalnya, para pekerja dibayar untuk hasil pekerjaan mereka.
Hasil Terapi Perilaku :
Terapi perilaku telah berhasil dalam berbagai gangguan dan mudah diajarkan. Cara ini memakan waktu yang lebih sedikit dibandingkan terapi lain dan lebih murah digunakan. Keterbatasan metode adalah bahwa cara ini berguna untuk gejala perilaku yang terbatas, bukannya disfungsi global (sebagai contohnya, konflik neurotic, gangguan kepribadian). Ahli teori yang berorientasi analitik telah mengkritik terapi perilaku dengan mengatakan bahwa menghilangkan gejala sederhana dapat menyebabkan gejala pengganti. Dengan kata lain, jika gejala tidak dipandang sebagai akibat dari konflik dalam diri ( inner conflict ) dan jika penyebb inti dari gejala tidak di jawab atau di ubah, hasilnya adalah timbulnya gejala baru. Satu interpretasi terapi perilaku dicontohkan oleh pernyataan controversial dari Eysenck: “ teori belajar tentang gejala neurotic adalah semata-mata kebiasaan yang dipelajari; tidak terdapat neurosis yang mendasari gejala, tetapi semata- mata gejala itu sendiri. Sembuhkan gejalanya dan anda telah menghilangkan neurosis.” Beberapa ahli terapi percaya bahwa terapi perilaku adalah pendekatan yang terlalu disederhanakan kepada psikopatologi dan interaksi kompleks antara ahli terapi dan pasien. Substitusi gejala mungkin tidak dapat dihindari, tetapi kemungkinannya adalah suatu pertimbangan penting dalam menilai kemanjuran terapi perilaku.
SUMBER :
Riyanti, B.P. Dwi dan Prabowo, Hendro. (1998). Psikologi Umum II. Jakarta: Universitas Gunadarma
Sarwono, S. (1999). Psikologi sosial. Jakarta: PT Balai pustaka
Gunarsa, Singgih D. 1992. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Maulany, R. (1997). Psikiatri. Jakarta: Buku kedokteran EGC