Heyyy there,i miss you so bad..
Rabu, 31 Oktober 2012
Akulturasi dan Relasi Interkultural
Nama : Maya Fitriana Anisa
NPM : 19510405
Kelas : 3 PA 05
Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Dan kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Akulturasi merupakan sebuah istilah dalam ilmu Sosiologi yang berarti proses pengambil alihan unsur-unsur (sifat) kebudayaan lain oleh sebuah kelompok atau individu. Adalah suatu hal yang menarik ketika melihat dan mengamati proses akulturasi tersebut sehingga nantinya secara evolusi menjadi Asimilasi (meleburnya dua kebudayaan atau lebih, sehingga menjadi satu kebudayaan). Menariknya dalam melihat dan mengamati proses akulturasi dikarenakan adanya Deviasi Sosiopatik seperti mental disorder yang menyertainya. Hal tersebut dirasa sangat didukung faktor kebutuhan, motivasi dan lingkungan yang menyebabkan seseorang bertingkah laku.
Contoh akulturasi, seperti saat budaya rap dari negara asing digabungkan dengan bahasa Jawa, sehingga menge-rap dengan menggunakan bahasa Jawa. Ini terjadi di acara Simfoni Semesta Raya.
Interkultural adalah komunikasi yang terjadi di antara orang-orang yang memiliki kebudayaan yang berbeda (bisa beda ras, etnik, atau sosioekonomi, atau gabungan dari semua perbedaan ini. Stewart L. Tubbs, mengatakan bahwa interkultural adalah komunikasi antara orang-orang yang berbeda budaya (baik dalam arti ras , etnik , atau perbedaan-perbedaan sosio ekonomi).
Hamid Mowlana juga menyebutkan bahwa interkultural sebagai Human flow across national boundaries. Misalnya; dalam keterlibatan suatu konfrensi internasional dimana bangsa-bangsa dari berbagai negara berkumpul dan berkomunikasi satu sama lain.
Sedangkan menurut Fred E. Jandt mengartikan interkultural sebagai interaksi tatap muka di antara orang-orang yang berbeda budayanya.
Guo-Ming Chen dan William J. Sartosa juga menambahkan bahwa interkultural adalah proses negosiasi atau pertukaran sistem simbolik yang membimbing perilaku manusia dan membatasi mereka dalam menjalankan fungsinya sebagai kelompok.
Jadi, Akulturasi dan Relasi Interkultural adalah terdapatnya hubungan atau relasi antara akulturasi dengan interkultural. Ada pun salah satunya akulturasi dapat terwujud dengan adanya peran dari intercultural yaitu proses komunikasi antar budaya merupakan interaksi antarpribadi dan komunikasi antarpribadi yang dilakukan oleh beberapa orang yang memiliki latar belakang kebudayaan yang berbeda. Dari proses komunikasi budaya yang berbeda tersebut secara langsung ataupun tidak langsung tercipta akulturasi yaitu Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. Singkatnyanya dari komunikasi berbeda budaya menghasilkan perpaduan budaya yang berbeda juga namun tanpa menghilangkan unsur kebudayaan kelompok masing-masing.
Rabu, 10 Oktober 2012
TRANSMISI BUDAYA DAN BIOLOGIS SERTA AWAL PERKEMBANGAN DAN PENGASUHAN
NAMA : MAYA FITRIANA ANISA
KELAS : 3 PA 05
NPM : 19510405
A.Pengertian
Transmisi Budaya
Transmisi
budaya ialah kegiatan pengiriman atau penyebaran pesan dari generasi
yang satu ke generasi yang lain tentang sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan
dan sulit diubah.
Budaya merupakan suatu
cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan
diwariskan dari generasi ke generasi. Bahasa, sebagaimana juga budaya,
merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang
cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. mewariskan
budaya dari generasi yang satu ke generasi yang lain melalui sebuah kegiatan
pengiriman atau penyebaran sebuah kebiasaan/adat istiadat yang sulit untuk
diubah disebut dengan transmisi budaya.
B.Bentuk
Transmisi Budaya
1. Enkulturasi
Enkulturasi adalah Proses
penerusan kebudayaan dari generasi yang satu kepada generasi berikutnya selama
hidup seseorang individu dimulai dari institusi keluarga terutama tokoh ibu.
Enkulturasi mengacu pada
proses dengan mana kultur (budaya) ditransmisikan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Kita mempelajari kultur, bukan mewarisinya. Kultur
ditransmisikan melalui proses belajar, bukan melalui gen. Orang tua, kelompok,
teman, sekolah, lembaga keagamaan, dan lembaga pemerintahan merupakan guru-guru
utama dibidang kultur. Enkulturasi terjadi melalui mereka.
2. Akulturasi
Akulturasi adalah suatu
proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan
tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing
itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri.
Akulturasi mengacu pada
proses dimana kultur seseorang dimodifikasi melalui kontak atau pemaparan
langsung dengan kultur lain. Misalnya, bila sekelompok imigran kemudian berdiam
di Amerika Serikat (kultur tuan rumah), kultur mereka sendiri akan dipengaruhi
oleh kultur tuan rumah ini. Berangsur-angsur, nilai-nilai, cara berperilaku,
serta kepercayaan dari kultur tuan rumah akan menjadi bagian dari kultur
kelompok imigran itu. Pada waktu yang sama, kultur tuan rumah pun ikut berubah.
3. Sosialisasi
Sosisalisasi adalah
proses pemasyarakatan, yaitu seluruh proses apabila seorang individu dari masa
kanak-kanak sampai dewasa, berkembang, berhubungan, mengenal, dan menyesuaikan
diri dengan individu-individu lain dalam masyarakat. Menurut Soerjono Soekanto,
sosialisasi adalah suatu proses di mana anggota masyarakat baru mempelajari
norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana ia menjadi anggota.
C.Pengaruh
Terhadap Perkembangan Psikologi Individu
a. Pengaruh
Enkulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
Enkulturasi mempengaruhi
perkembangan psikologi individu melalui proses belajar dan penyesuaian alam
pikiran dan sikap individu dengan sistem norma, adat, dan peraturan-peraturan
yang hidup dalam kebudayaannya.
b. Pengaruh
Akulturasi terhadap perkembangan psikologi individu
Akulturasi mempengaruhi
perkembangan psikologi individu melalui suatu proses sosial yang timbul
manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan
unsur dari suatu kebudayaan asing. Akulturasi terjadi karena sekelompok orang
asing yang berangsur-angsur mengikuti cara atau peraturan di dalam lingkup
orang Indonesia.
c. Pengaruh
Sosialisasi terhadap perkembangan psikologi individu
Beberapa teori
perkembangan manusia telah mengungkapkan bahwa manusia telah tumbuh dan
berkembang dari masa bayi kemasa dewasa melalui beberapa langkah jenjang.
Kehidupan anak dalam menelusuri perkembangnya itu pada dasarnya merupakan
kemampuan mereka berinteraksi dengan lingkungan. Pada proses integrasi dan
interaksi ini faktor intelektual dan emosional mengambil peranan penting.
Proses tersebut merupakan proses sosialisasi yang mendudukkan anak-anak sebagai
insan yang yang secara aktif melakukan proses sosialisasi.
D.Awal
Perkembangan dan Pola Kelekatan (attachment) pada Ibu dan Pengasuh
Transmisi budaya dapat
terjadi sesuai dengan awal pengembangan dan pengasuhan yang terjadi pada
masing-masing individu. Dimana proses seperti Enkulturasi ataupun Akulturasi
yang mempengaruhi perkembangan psikologis individu tergantung bagaimana
individu mendapat pengasuhan dan bagaimana lingkungan yang diterimanya.
Individu tidak mampu berdiri sendiri, melainkan hidup dalam hubungan antar
sesama individu. Dengan demikian dalam hidup dan kehidupannya manusia selalu
mengadakan kontak dengan manusia lain. Karena itu manusia sebagai individu juga
merupakan makhluk sosial yang hidup dalam masyarakat.
Hubungan anak dengan
orang tua merupakan sumber emosional dan kognitif bagi anak. Hubungan tersebut
memberi kesempatan bagi anak untuk mengeksplorasi lingkungan maupun kehidupan
sosial. Hubungan anak pada masa-masa awal dapat menjadi model dalam
hubungan-hubungan selanjutnya. Hubungan awal ini dimulai sejak anak terlahir ke
dunia, bahkan sebetulnya sudah dimulai sejak janin berada dalam kandungan
(Sutcliffe,2002). Klaus dan Kennel (dalam Bee, 1981) menyatakan bahwa
masa kritis seorang bayi adalah 12 jam pertama setelah dilahirkan. Penelitian
yang dilakukan menunjukkan bahwa kontak yang dilakukan ibu pada satu jam
pertama setelah melahirkan selama 30 menit akan memberikan pengalaman mendasar
pada anak.
Hal senada juga
dikemukakan oleh Sosa (dalam Hadiyanti,1992) bahwa ibu yang segera didekatkan
pada bayi seusai melahirkan akan menunjukkan perhatian 50% lebih besar
dibandingkan ibu-ibu yang tidak melakukannya. Menurut Ainsworth (dalam Belsky,
1988) hubungan kelekatan berkembang melalui pengalaman bayi dengan
pengasuh ditahun-tahun awal kehidupannya. Intinya adalah kepekaan ibu
dalam memberikan respon atas sinyal yang diberikan bayi, sesegera mungkin atau
menunda, respon yang diberikan tepat atau tidak.
Kelekatan adalah
suatu hubungan emosional atau hubungan yang bersifat afektif antara satu
individu dengan individu lainnya yang mempunyai arti khusus, Hubungan yang
dibina akan bertahan cukup lama dan memberikan rasa aman walaupun figur
lekat tidak tampak dalam pandangan anak. Sebagian besar anak telah membentuk
kelekatan dengan pengasuh utama (primary care giver) pada usia sekitar delapan
bulan dengan proporsi 50% pada ibu, 33% pada ayah dan sisanya pada orang lain
(Sutcliffe,2002). Kelekatan bukanlah ikatan yang terjadi secara alamiah.
Ada serangkaian proses yang harus dilalui untuk membentuk kelekatan
tersebut. Berdasarkan kualitas hubungan anak dengan pengasuh, maka anak akan
mengembangkan konstruksi mental atau internal working model mengenai diri dan
orang lain yang akan akan menjadi mekanisme penilaian terhadap penerimaan
lingkungan (Bowlby dalam Pramana 1996). Anak yang merasa yakin terhadap
penerimaan lingkungan akan mengembangkan kelekatan yang aman dengan
figur lekatnya (secure attachment) dan mengembangkan rasa percaya tidak
saja pada ibu juga pada lingkungan. Hal ini akan membawa pengaruh positif
dalam proses perkembangannya.
Beberapa penelitian
membuktikan bahwa anak yang memiliki kelekatan aman akan menunjukkan
kompetensi sosial yang baik pada masa kanak-kanak (Both dkk dalam Parker,
Rubin, Price dan DeRosier, 1995) serta lebih populer dikalangan teman
sebayanya di prasekolah (La Freniere dan Sroufe dalam Parker dkk,
1995). Anak-anak ini juga lebih mampu membina hubungan persahabatan yang
intens, interaksi yang harmonis, lebih responsif dan tidak mendominasi
(Parke dan Waters dalam Parker dkk,1995).
Sementara itu
Grosman dan Grosman (dalam Sutcliffe, 2002) menemukan bahwa anak dengan kulitas
kelekatan aman lebih mampu menangani tugas yang sulit dan tidak cepat berputus
asa. Sebaliknya pengasuh yang tidak menyenangkan akan membuat anak
tidak percaya dan mengembangkan kelekatan yang tidak aman (insecure
attachment). Kelekatan yang tidak aman dapat membuat anak mengalami
berbagai permasalahan yang disebut dengan gangguan kelekatan
(attachment disorder). Telah disebutkan di atas bahwa gangguan kelekatan
terjadi karena anak gagal membentuk kelekatan yang aman dengan figur lekatnya.
Hal ini akan membuat anak mengalami masalah dalam hubungan social.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang mengalami gangguan
kelekatan memiliki orang tua yang juga mengalami masalah yang sama dimasa
kecilnya (Sroufe dalam Cicchetty dan Linch, 1995).
PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA
NAMA : Maya Fitriana Anisa
KELAS : 3PA05
NPM : 19510405
PENGERTIAN
Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi
lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya,
sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada
lingkungan dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara
perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak
persoalan.
Definisi lainnya diberikan oleh Herskovits, yang mendefinisikan
budaya sebagai hasil karya manusia sebagai bagian dari lnnya (culture is the
human-made part of the environment). Artinya segala sesuatu yang merupakan
hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun nyata, asalkan
merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun sosial, maka bisa disebut budaya. Tentu saja definisi ini juga sangat
luas. Namun definisi tersebut digunakan oleh Harry C. Triandis, salah seorang
pakar psikologi lintas budaya paling terkemuka, sebagai dasar bagi
penelitian-penelitiannya (lihat Triandis, 1994) karena definisi tersebut
memungkinkannya untuk memilah adanya objective culture dan subjective culture.
Budaya objektif adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk nyata, seperti alat
pertanian, hasil kesenian, rumah, alat transportasi, alat komunikasi dan sebagainya.
Sedangkan budaya subjektif adalah segala sesuatu yang bersifat abstrak misalnya
norma, moral, nilai-nilai,dan lainnya.
Matsumoto, (2004) : Dalam arti luas, psikologi lintas budaya
terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis
bersifat universal (berlaku bagi semua orang di semua budaya) ataukah khas
budaya (culture spesific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya-budaya
tertentu)
Triandis, Malpass, dan Davidson
(1972) : psikologi lintas budaya mencakup
kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan
menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang
dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang
diperlukan agar menjadi universal.
Brislin, Lonner, dan Thorndike,
(1973) : menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah
kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki
perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat
diramalkan dan signifikan.
TUJUAN
Berry dan Desen (1974) membagi tujuan dari Psikologi Lintas Budaya menjadi 3 bagian yaitu:
Transport and Test Goal: Yang dimaksudkan adalah setiap teori yang sudah
dikaji demi kepentingan ilmu psikologi harus dibawa ke tempat lain untuk
kemudian dilakukan kembali kepada kelompok manusia yang berbeda. Hal ini
ditujukan untuk melihat kevalidan suatu teori. Dengan hal ini, kita dapat
melihat bahwa dapatkan suatu cara/teori/konsep psikologi dilakukan/diberlakukan
kepada kelompok manusia yang berbeda-beda?
Menjelajahi
budaya lain untuk menemukan variasi psikologis yang tidak dijumpai dalam
pengalaman budaya seseorang yang memang terbatas.
Berusaha
menjalin dan mengintegrasikan hasil-hasil yang diakui ke dalam sebuah psikologi
berwawasan luas ketika tujuan pertama dan kedua tercapai.
HUBUNGAN
DENGAN DISIPLIN ILMU LAIN
Psikologi lintas-budaya jelas
memiliki semua persyaratan suatu upaya interdisipliner. Di dalamnya dibahas
legitimasi pengkajian suatu fenomen dari beragam perspektif tanpa
pengkhawatirkan reduksionisme. Konsep terakhir ini sering muncul dalam
perdebatan interdispliner untuk memapas fenomena suatu disiplin ke arah
penjelasan yang lebih dapat diterima secara umum dalam disiplin mendatang yang
“lebih mendasar”.
Untuk membantu kita melihat
bagaimana psikologi lintas-budaya berhubungan dengan disiplin lain. Dibelahan
kiri terdapat disiplin-disiplin pada aras populasi yang secara luas berkenaan
dengan pemaparan, penganalisisan, dan pemahaman terhadap cirri-ciri seluruh
populasi, kelompok atau kolekivitas. Dari disiplin-disiplin beraras populasi
ini, psikologi lintas-budaya dapat menarik sejumlah informasi substansial.
Informasi-informasi ini dapat dikembangkan ilmu psikologi, berfungsinya
individu, dan pemahaman terhadap variasi prilaku individu yang tampil dalam
populasi beragam budaya.
Cara mewawasi berbagai aras ini
tidak lain untuk memaparkan alas an yang sering dikemukakan bahwa secara luas
antropologi, ekologi, dan biologi merupakan disiplin–disiplin alamiah (naturalistik)
Dalam suatu analisis terperinci,
Jahoda (1982, 1990) mengkaji hubungan antropologi dan psikologi yang banyak hal
merupakan hubungan interdisipliner paling substansial. Kemudian disusul suatu
periode saling menolak, bahkan bermusuhan, dengan pengecualian pada bidang
“budaya dan kepribadian” (kini dikenal sebagai “antropologi psikologi”) pada
beberapa dasawarsa terakhir.
PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA DENGAN
BAHASA: Ketika kita berbicara tentang bahasa, kita berada dalam suatu lingkup
yang sangat luas. Tidak perlu melihat keluar, tengok ke dalam Indonesia saja,
kita sudah dapat melihat puluhan bahasa dalam satu negara. Lalu, di mana
hubungannya? Psikologi membutuhkan pendekatan yang tepat dalam menangani suatu
kasus. Dengan melihat bahasa sebagai kajian pengajaran, psikologi bisa
menjadikan bahasa sebagai cara pendekatan dengan dialeg dan gaya bahasa dari
masing-masing bahasa yang ada di Indonesia.
PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA DENGAN
SOSIOLOGI: Kalau bicara mengenai Sosiologi, sudah sangat jelas psikologi
membutuhkan pendekatan yang diambil dari beberapa ilmu sosiologi begitu juga
sebaliknya. Contohnya adalah istilah imitasi dan identifikasi dapat kita
kaitkan dengan teori konformitas yang dimiliki Psik
Jika ingin dikaji satu-persatu,
maka sangat banyak bidang ilmu yang memiliki ikatan dengan kajian Pskilogi
Lintas Budaya, di sinilah tugas kita untuk mengamati di mana kaitan itu terjadi
antara Psikologi Lintas Budaya dengan ilmu lainnya.
PERBEDAAN ANTAR PSIKOLOGI
LINTAS BUDAYA DENGAN PSIKOLOGI INDIGENOUS DAN ANTROPOLOGI
Psikologi Indigenous: Indigenous psychology adalam
kajian ilmiah mengenai perilaku dan mental manusia yang bersifat pribumi, tidak
dibawa dari daerah lain, dan didesain untuk masyarakatnya sendiri (Kim &
Berry, 1993). Pendekatan ini mendukung pembahasan mengenai pengetahuan,
keahlian, kepercayaan yang dimiliki seseorang serta mengkajinya dalam bingkai
kontekstual yang ada. Teori, konsep, dan metodenya dikembangkan secara
indigenous disesuaikan dengan fenomena psikologi yang kontekstual. Tujuan utama
dari pendekatan indigenous psychology adalah untuk menciptakan ilmu pengetahuan
yang lebih teliti, sistematis, universal yang secara teoritis maupun empiris
dapat dibuktikan (Kim et. al., 2006).
Antropologi: sebuah ilmu
yang mempelajari tentang segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek
fisik dan nonfisik berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, kebudayaan,
aspek politik, dan berbagai pengetahuan tentang corak kehidupan lainnya yang
bermanfaat.
Langganan:
Postingan (Atom)