NAMA : Maya Fitriana Anisa
KELAS : 3PA05
NPM : 19510405
PENGERTIAN
Menurut Segall, Dasen dan Poortinga, psikologi
lintas-budaya adalah kajian mengenai perilaku manusia dan penyebarannya,
sekaligus memperhitungkan cara perilaku itu dibentuk dan dipengaruhi oleh
kekuatan-kekuatan sosial dan budaya. Definisi ini mengarahkan perhatian pada
lingkungan dua hal pokok: keragaman perilaku manusia di dunia dan kaitan antara
perilaku terjadi. Definisi ini relatif sederhana dan memunculkan banyak
persoalan.
Definisi lainnya diberikan oleh Herskovits, yang mendefinisikan
budaya sebagai hasil karya manusia sebagai bagian dari lnnya (culture is the
human-made part of the environment). Artinya segala sesuatu yang merupakan
hasil dari perbuatan manusia, baik hasil itu abstrak maupun nyata, asalkan
merupakan proses untuk terlibat dalam lingkungannya, baik lingkungan fisik
maupun sosial, maka bisa disebut budaya. Tentu saja definisi ini juga sangat
luas. Namun definisi tersebut digunakan oleh Harry C. Triandis, salah seorang
pakar psikologi lintas budaya paling terkemuka, sebagai dasar bagi
penelitian-penelitiannya (lihat Triandis, 1994) karena definisi tersebut
memungkinkannya untuk memilah adanya objective culture dan subjective culture.
Budaya objektif adalah segala sesuatu yang memiliki bentuk nyata, seperti alat
pertanian, hasil kesenian, rumah, alat transportasi, alat komunikasi dan sebagainya.
Sedangkan budaya subjektif adalah segala sesuatu yang bersifat abstrak misalnya
norma, moral, nilai-nilai,dan lainnya.
Matsumoto, (2004) : Dalam arti luas, psikologi lintas budaya
terkait dengan pemahaman atas apakah kebenaran dan prinsip-prinsip psikologis
bersifat universal (berlaku bagi semua orang di semua budaya) ataukah khas
budaya (culture spesific, berlaku bagi orang-orang tertentu di budaya-budaya
tertentu)
Triandis, Malpass, dan Davidson
(1972) : psikologi lintas budaya mencakup
kajian suatu pokok persoalan yang bersumber dari dua budaya atau lebih, dengan
menggunakan metode pengukuran yang ekuivalen, untuk menentukan batas-batas yang
dapat menjadi pijakan teori psikologi umum dan jenis modifikasi teori yang
diperlukan agar menjadi universal.
Brislin, Lonner, dan Thorndike,
(1973) : menyatakan bahwa psikologi lintas budaya ialah
kajian empirik mengenai anggota berbagai kelompok budaya yang telah memiliki
perbedaan pengalaman, yang dapat membawa ke arah perbedaan perilaku yang dapat
diramalkan dan signifikan.
TUJUAN
Berry dan Desen (1974) membagi tujuan dari Psikologi Lintas Budaya menjadi 3 bagian yaitu:
Transport and Test Goal: Yang dimaksudkan adalah setiap teori yang sudah
dikaji demi kepentingan ilmu psikologi harus dibawa ke tempat lain untuk
kemudian dilakukan kembali kepada kelompok manusia yang berbeda. Hal ini
ditujukan untuk melihat kevalidan suatu teori. Dengan hal ini, kita dapat
melihat bahwa dapatkan suatu cara/teori/konsep psikologi dilakukan/diberlakukan
kepada kelompok manusia yang berbeda-beda?
Menjelajahi
budaya lain untuk menemukan variasi psikologis yang tidak dijumpai dalam
pengalaman budaya seseorang yang memang terbatas.
Berusaha
menjalin dan mengintegrasikan hasil-hasil yang diakui ke dalam sebuah psikologi
berwawasan luas ketika tujuan pertama dan kedua tercapai.
HUBUNGAN
DENGAN DISIPLIN ILMU LAIN
Psikologi lintas-budaya jelas
memiliki semua persyaratan suatu upaya interdisipliner. Di dalamnya dibahas
legitimasi pengkajian suatu fenomen dari beragam perspektif tanpa
pengkhawatirkan reduksionisme. Konsep terakhir ini sering muncul dalam
perdebatan interdispliner untuk memapas fenomena suatu disiplin ke arah
penjelasan yang lebih dapat diterima secara umum dalam disiplin mendatang yang
“lebih mendasar”.
Untuk membantu kita melihat
bagaimana psikologi lintas-budaya berhubungan dengan disiplin lain. Dibelahan
kiri terdapat disiplin-disiplin pada aras populasi yang secara luas berkenaan
dengan pemaparan, penganalisisan, dan pemahaman terhadap cirri-ciri seluruh
populasi, kelompok atau kolekivitas. Dari disiplin-disiplin beraras populasi
ini, psikologi lintas-budaya dapat menarik sejumlah informasi substansial.
Informasi-informasi ini dapat dikembangkan ilmu psikologi, berfungsinya
individu, dan pemahaman terhadap variasi prilaku individu yang tampil dalam
populasi beragam budaya.
Cara mewawasi berbagai aras ini
tidak lain untuk memaparkan alas an yang sering dikemukakan bahwa secara luas
antropologi, ekologi, dan biologi merupakan disiplin–disiplin alamiah (naturalistik)
Dalam suatu analisis terperinci,
Jahoda (1982, 1990) mengkaji hubungan antropologi dan psikologi yang banyak hal
merupakan hubungan interdisipliner paling substansial. Kemudian disusul suatu
periode saling menolak, bahkan bermusuhan, dengan pengecualian pada bidang
“budaya dan kepribadian” (kini dikenal sebagai “antropologi psikologi”) pada
beberapa dasawarsa terakhir.
PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA DENGAN
BAHASA: Ketika kita berbicara tentang bahasa, kita berada dalam suatu lingkup
yang sangat luas. Tidak perlu melihat keluar, tengok ke dalam Indonesia saja,
kita sudah dapat melihat puluhan bahasa dalam satu negara. Lalu, di mana
hubungannya? Psikologi membutuhkan pendekatan yang tepat dalam menangani suatu
kasus. Dengan melihat bahasa sebagai kajian pengajaran, psikologi bisa
menjadikan bahasa sebagai cara pendekatan dengan dialeg dan gaya bahasa dari
masing-masing bahasa yang ada di Indonesia.
PSIKOLOGI LINTAS BUDAYA DENGAN
SOSIOLOGI: Kalau bicara mengenai Sosiologi, sudah sangat jelas psikologi
membutuhkan pendekatan yang diambil dari beberapa ilmu sosiologi begitu juga
sebaliknya. Contohnya adalah istilah imitasi dan identifikasi dapat kita
kaitkan dengan teori konformitas yang dimiliki Psik
Jika ingin dikaji satu-persatu,
maka sangat banyak bidang ilmu yang memiliki ikatan dengan kajian Pskilogi
Lintas Budaya, di sinilah tugas kita untuk mengamati di mana kaitan itu terjadi
antara Psikologi Lintas Budaya dengan ilmu lainnya.
PERBEDAAN ANTAR PSIKOLOGI
LINTAS BUDAYA DENGAN PSIKOLOGI INDIGENOUS DAN ANTROPOLOGI
Psikologi Indigenous: Indigenous psychology adalam
kajian ilmiah mengenai perilaku dan mental manusia yang bersifat pribumi, tidak
dibawa dari daerah lain, dan didesain untuk masyarakatnya sendiri (Kim &
Berry, 1993). Pendekatan ini mendukung pembahasan mengenai pengetahuan,
keahlian, kepercayaan yang dimiliki seseorang serta mengkajinya dalam bingkai
kontekstual yang ada. Teori, konsep, dan metodenya dikembangkan secara
indigenous disesuaikan dengan fenomena psikologi yang kontekstual. Tujuan utama
dari pendekatan indigenous psychology adalah untuk menciptakan ilmu pengetahuan
yang lebih teliti, sistematis, universal yang secara teoritis maupun empiris
dapat dibuktikan (Kim et. al., 2006).
Antropologi: sebuah ilmu
yang mempelajari tentang segala aspek dari manusia, yang terdiri dari aspek
fisik dan nonfisik berupa warna kulit, bentuk rambut, bentuk mata, kebudayaan,
aspek politik, dan berbagai pengetahuan tentang corak kehidupan lainnya yang
bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar