Pernikahan hanya merugikan perempuan .Pendapat ini dipegang oleh penganut misogami.,dengan mengutarakan berbagai bukti : dengan menikah wanita kehilangan kebebasan,menipisnya peluang karir rentan menjadi korban pemerasan dan penindasan.Bagi mereka,pernikahan ibarat penjara yang mencabut berbagai hak kemanusiaan kaum hawa.
Sejumlah pihak mengklaim misogami sebagai penyakit perempuan modern.Namun bila disingkap tirai sejarah,beberapa sumber justru membuktikan misogami telah mengakar berabad-abad lampau.
Menggali Akar
Pada buku Women in European History,Gisela Bock dengan sangat menarikmengupas akar dari persoalan misogami.Tidak begitu saja wanita membenci ikatan pernikahan,yang efeknya masih menggejala hingga dewasa ini.
Pertama.Sejak akhir abad ke-11 Masehi,pihak gereja mempunyai kekuatan dalam memaksa sepasang manusia memasuki lembaga pernikahan.Diamnya wanita dipandang sebagai persetujuannya mengakhiri masa lajang.
Maka terjadilahpernikahan yang teramat dini.Rata-rata gadis bangsawan atau perkotaan dinikahkan pada usia 13 tahun,sedangkan wanita pedesaan sekitar 17 tahun.Berbarengan dengan itu,angka kematian melonjak tinggi,1 dari 7 wanita melahirkan mati dan 1 dari 4 bayi wafat.Percekcokan dan kekerasan rumah tangga prematur itu sangat lumrah terjadi.
Kedua.Pernikahan menjadi transaksi uang dan harta benda.Pada abad pertengahan,pernikahan dibarengi dengan pemberian uang atau harta bagi mempelai.Kalau ayah sang gadis tak kuat menanggung biaya,gadis itu harus kerja keras sebagai buruh dan mengumpulkan secuil gajinya demi bayaran pernikahan.
Ketiga.Reaksi dari misogini,yakni pria yang membenci pernikahan.Saat pria memandang pernikahan sebagai tali yang akan menggantung lehernya,kaum wanita juga bisa berpandangan serupa.
Kendati penelitian Gisela Bock berkisar di masyarakat Eropa,cukup mewakili akar yang serupa dengan misogami di seantero dunia,termasuk Indonesia.Anehnya kini penganut misogami masih menolak pernikahn,tapi para wanita itu tetap berhubungan seks.Tampaknya yang dibenci itu status sebagai istri dan ikatan dalam lembaga pernikahan.Sedangkan seks sekadar hubungan kenikmatan sesaat belaka,just having fun aja !
Menjawab Kegagalan
Setiap orang berbeda sejarahnya dan kegagalan bukanlah akhir dari harapan.Sering dalam hidup ini,untuk berhasil kita harus bertemu dulu dengan sekian banyak kegagalan.Ada sejumlah kekeliruan yang membuat penganut misogami gagal mencintai pernikahan :
Pertama,merawat trauma ketika harapan itu sesungguhnya tak pernah padam.Trauma dengan brantakannya pernikahan ketika kita sendiri belum pernah mencobanya.Merawat trauma semacam itu sama dengan memusnahkan potensi besar kebahagiaan.percayalah pernikahan itu masih pilihan terindah ! Lihatlah,jauh lebih banyak pihak yang mendambakan pernikahan daripada membencinya.Tak ada gunanya merawat trauma,kalau kita punya kesempatan belajar untuk bahagia dalm rumah tangga.
Kedua,merasa terbebani dengan tanggung jawab saat amanah itu sesungguhnya sumber kebahagiaan pernikahan.Dalam hidup ini tidak ada yang bebas dari tanggung jawab.Meski begitu,kehidupan ini teteap berlangsung indah bersama tanggung jawab tersebut.Asalkan dibangun komunikasi serta kerja sama yang baik dalam pernikahan,peran sebagai istri sesungguhnya keajaiban yang menkajubkan ! :D
Ketiga,melihat pasangan (laki-laki) sebagai musuh padahal dialah pelengkap kesempurnaan hidup.Sudah takdir Ilahi kalau segala di alam semesta ini diciptakan berpasangan.Andaipun ingin menolak laki-laki berakhlak buruklah (yang tak sanggup menjalankan amanah pernikahan) yang semestinya ditolak.Tidak bisa dilakukan aksi pukul rata.
Sumber : PARAS edisi oktober 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar